Senin, 31 Maret 2008

mencari tontonan alternatif

ada apa dengan ayat ayat cinta ?

film ayat ayat cinta menggentakkan dunia perfilman,setelah di rilis serentak pada pertengahan februari, penonton di biskop bioskop membludak.pada minggu pertama dari rilisnya banyak dijumpai antrean penonton yang luar biasa dan apabila dilihat dari usia serta kharakteristik penonton pun beragam. film yang bertema percintaan dengan latar belakang mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di mesir dengan balutan nuansa religi islami menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. kisah Ayat-Ayat Cinta bercerita tentang hubungan cinta antara seorang Fahri mahasiswa Al Azhar dengan empat wanita berlatar belakang yang sangat berbeda, Aisha, muslimah keturunan Jerman-Turki, Maria, perempuan Mesir muda penganut Kristen koptik dan Noura yang merupakan tokoh yang merupakan korban orangtuanya, serta Nurul, mahasiswi Indonesia anak kiai berpengaruh di jawa. film ini menjadi sangat fenomenal,di kantor kampus dan disekolah bahkan di beberapa televisi banyak yang memperbincangkan laris manisnya film garapan MD Pictures dengan sutradara Hanung bramantyo ini,bila kita tengok statistik jumlah penontonya hingga kini saja sudah lebih dari 2,1 juta penonton,ini merupakan sebuah rekot dimana belum ada film nasional yang mampu menyainginya.

bagaimana dengan novelnya? setali tiga uang novel karya habiburahman el shirazy yang lebih akrab di panggil kang abik ini juga sangat fenomenal dengan jumlah buku yang terjual lebih dari 500 ribu buku,sebuah angka fantastik untuk penjualan buku di indonesia. sebagai gambaran novel ini dapat disandingkan dengan novel harry potter dan laskar pelangi. Dengan sub title novel pembangun jiwa,novel ini seakan menjadi pelepas dahaga bagi penikmat sastra non profan,para aktivis kampus maupun aktivis religi.banyak para petinggi dengan latar belakangg religi yang mengacungkan jempol pada novel ini seperti ustad Jefri, Din Syamsudin hingga ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

Ayat ayat cinta: antara novel dan film
Apabila kita membandingkan antara novel dan film maka akan terjadi banyak perbedaan dan diskursus tentunya,namun ada beberapa hal yang perlu di amati selain diskursus perbandingan novel dan film. filmisasi karya sastra menjadi sebuah novel sebenarnya sangat berdampak positif,salah satunya adalah dengan terciptanya konsumen yang lebih luas, dengan begitu ide yang disampaikan akan menjadi lebih luas pula.disamping itu ada pula ekses dari filmisasi karya sastra,salah satunya adalah kritik tentang kurang terwakilinya karya sastra , dalam hal ini karya kang abik didalam film.banyak yang setelah menonton ini kecewa karena film tersebut dianggap kurang mewakili karakter-karakter yang ada dalam film seperti peran Fahri yang dianggap kurang berkarakter sebagai aktivis dakwah juga aisha yang dianggap terlalu agresif juga tentang ending maria ataupun latar belakang mesir yang dianggap kurang terwakili, akan tetapi yang sangat apresiatif terhadap film ini juga tak kalah banyak.banyak yang bercerita bahwa film ini sangat menarik dan membuat terharu sampai sampai ada yang hanyut dalam alur cerita hingga menangis, ada pula yang setelah menonton mengatakan bahwa film ini gue banget,bahkan Din Syamsudin ketua umum Muhamammadiyah mengatakan bahwa film ini layak ditonton bagi umat muslim.

film ayat ayat cinta dan budaya tanding

Hanung Bramantyo mengatakan bahwa salah satu alasan dirinya membuat film dengan genre religi romantis ini karena ingin mengikis pandangan bahwa hanya film horor,komedi dan film romantis saja yang laku dipasaran,ternyata pandangan Hanung bramantyo di buktikan dengan meledaknya film tersebut,pada kenyataannya masyarakat sudah mengalami kejenuhan dengan film horor dan komedi sehingga dengan adanya film bertema religi tersebut seakan menjadi pilihan tersendiri di hati masyarakat.sedangkan Hidayat Nurwahid mengatakan bahwa film dengan tema tema religi dan pesan moral hendaknya bisa mennjadi pilihan alternatif dibandingkan dengan film film yang menjual kekerasan dan vulgar.dan pada akhirnya film ayat ayat cinta ini bisa menjadi budaya tanding terhadap karya karya yang pop,profan dan kering akan perenungan serta menjadi "turning point" berkembangnya film film yang membangun jiwa serta menjadikan tontonan yang bisa menjadi tuntunan.

Tidak ada komentar: