Rabu, 19 Januari 2011

Sebuah Realitas Sosial

Pelacuran dan pemukimam penduduk di Surabaya
Sebuah realitas sosial

Sebuah ironi hari jadi Surabaya
Dahulu Kalau kita mengatakan kota Surabaya, kita pasti akan merujuk pada Kota pahlawan. namun rupanya akhir akhir ini ada sebutan lain bila kita bicara tentang Surabaya yaitu kota pelacur, dan sebutan ini memang mungkin saja sesuai dengan kenyatan mengingat semakin maraknya pelacuran di Surabaya. pemerintah sepertinya tidak bisa berbuat apa apa terhadap semakin maraknya pelacuran disurabaya.coba saja kita susuri kota Surabaya mulai masuk dari arah waru kita diselamat datangi oleh para pekerja seks komersial yang ada disekitar bunderan waru,lalu kita lanjutkan lagi ke sekitar rel kereta api jagir dan sekitarnya tiap malam juga dipenuhi para pekerja seks komersial kelas tembre,lanjut lagi kita jalan menuju jalan Dr soetomo 100 meter dari Konjen Amerika Serikat, mulai nampak para wanita wanita penjaja cinta sesaat ,teruskan lagi menuju diponegoro semakin banyak pula para pekerja seks komersial yang melambai lambai di sempadan jalan lalu perjalanan kita lanjutkan ke kembang kuning sebuah tembpat pelacuran yang bertempat di makam cina kemudian perjaln kita lajutkan ke Sido kumpul tempat diman rumah nasyarakat umum dengan anak anak yang masih polos tentunya harus membiasakan sepasang orang asing yan masuk kerumah mereka dan asyik masyuk dikamar,setelah itu sampailah kita pada komplek yang konon terbesar di Asia tenggara dengan kurang lebih 3000 pekerja seks komersial yaitu jarak dan dolly. Lanjut lagi kita putar haluan menuju jalan kayun tempat kumpulnya para kaum transeksual (gay/banci) lalu teruskan saja ke jalan panglima sudirman yang berjarak kurang lebih 7 km dari pusat pelacuran jarak dolly,di jalan panglima sudirman yang dekat dengan rumah dinas gubernur juga kantor kotamadya dapat kita lihat para kupu kupu malam yang bersliweran menunggu jemputan mobil para lelaki hidung belang setelah dari panglima sudirman kita menuju kearah barat yaitu ke jalan bangunsari kremil yang merupakan salah satu lokalisasi yang juga relatif tua di Surabaya. Selanjutnya perjalanan masih belum selesai kita susuri jalan menuju batasan surabaya gresik yaitu daerah margomulyo tempat para gay dan terakhir kita susuri daerah kompleks lokalisasi yang juga setali tiga uang dengan dolly dan bangunsari kremill yaitu moroseneng.
Sungguh kota ini memilki rute “wisata”yang mencengangkan bukan ?!?
Welcome to the pleasure city .
Pelacuran mau tidak mau adalah sebuah fenomena yang pasti dalam permasalahan perkotaan di Surabaya, realitas sosiai inilah yang yang perlu kita renungkan karena cikal bakal pelacuran ini sebenatrnya merupakan warisan kolonial belanda yang hingga kini tidak teratasi, malah menjadi lebih menjamur hingga kejalan jalan . proses pertumbuhan kota yang pesat mau tidak mau, karena tidak benar benar dipikirkn secara sosial dan moral tentunya menghasilkan limbah yang dinamakam pelacuran. Lokalisai dolly yang pada mulanya merupakan suatu tempat pelacuran yang sedikit dan jauh dari dari perkampungan seiring dengan perkembangan kota yang semakian pesat ikut berkembang menjadi tempat yang besar dan seiring dengan pertumbuhan penduduk maka pemukimam disekitar juga semakain padat, imbasnya masuknya budaya “asusila” ke perkampunganyang ada di sekitar lokalisasi. sehingga lokalisasi memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan norma moralitas dikampung tersebut. banyak sekali ekses negatif yang mewarnai pola kehidupan di perkampungan, sebagai contoh aktual yaitu berita tentang pemerkosaan yang dilakukan oleh ardi yang masih sekolah dasar terhadap 2 teman sekelasnya (yang bertempat tinggal didekat lokalisasi dolly).
Fungsi awal lokalisasi adalah untuk melokalisir mengumpulkan dan menjauhkan dari masyarakat /pemukiman, tetapi pada kenyatanya malah semakin banyak jumlahnya ditambah juga tidak terbendungnya pelacuran yang berada dijalan jalan seperti diponegoro panglima sudirman, jagir, bunderan. sepertinya pemerintah mesti memikirkan lebih dalam tentang kenyataan ini seiring hari jadinya.dirgahayu ke 714 Surabaya kota pahlawan (bukan kota pelacuran tentunya).

Selasa, 29 September 2009

abaut love II ( true )

Cinta itu mahal harganya

Kau tanya padaku
tentang sejatinya cinta
cinta itu diberi dan dimula
tatkala nikah telah syah adanya

Diberikan dengan memahami
segala kekurangan yang dicinta
cinta itu mahal harganya
tak ternilai pengorbanannya


Pacaran itu dimulai saat kita menikah
tatkala halal berkasih sayang dengannya
cinta diberi dan diterima
tuk reguk kenikmatan tanpa noda
arungi bahtera bersama-sama

Bertambah lama sang waktu menyapa
makin bertambahlah rasa cinta
bukannya malah berkurang setelah menikah
itulah cinta yang sebenar-benarnya